Tempe Daun Jati, Gurih Beraroma Khas Daun Jati

Jember, 22 November 2021
Tempe merupakan makanan yang tidak asing lagi bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Lazimnya tempe terbuat dari kacang kedelai yang difermentasi menggunakan ragi dan kemudian dibungkus plastik. Namun berbeda halnya dengan tempe yang dibuat oleh Murtiah (68). Nenek dari Desa Wonojati Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember ini membungkus tempe yang dia produksi dengan menggunakan daun jati.

Daun jati dipilih sebagai bungkus bukannya tanpa alasan. Selain daun jati mudah didapat, tempe yang dibungkus dengan daun jati memiliki aroma yang khas.

“Aromanya itu beda, ada sedikit aroma daun jati gitu. Rasa tempenya juga lebih gurih dan lebih nikmat,” ujar Murtiah saat ditemui di kediamannya, (22/11).

Murtiah mengaku, ide membungkus tempe dengan daun jati ia dapatkan setelah mendapatkan bimbingan dari mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKNT) Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Pembangunan Jember.

Menurut Murtiah, selain lebih gurih tempe yang dibungkus dengan daun jati terbukti lebih tahan lama. Menurutnya, tempe yang dibungkus dengan bahan plastik hanya mampu bertahan selama satu hari masa penyimpanan.

“Tetapi kalau pakai daun jati bisa tahan sampai 2 hari. Jadi walaupun disimpan dua hari lalu digoreng tempenya masih terasa gurihnya,” jelas Murtiah.

Tidak heran jika tempe produksi Murtiah selalu ramai peminat. Bahkan beberapa warga sekitar membawa tempe daun jati buatan Murtiah sebagai oleh-oleh saat bepergian keluar kota.

“Sering warga sini pesan untuk dibawa ke Surabaya, Bali, Madura dan kota-kota lain untuk bingkisan oleh-oleh. Katanya tempe buatan saya ini gurih dan lebih enak,” jelas janda dengan 9 cucu ini.

Selain itu tempe buatan Murtiah selalu ditunggu oleh para pengecer sayur untuk bahan dagangan. Hanya saja keterbatasan tenaga yang dia miliki membuatnya hanya mampu memproduksi sebanyak 8 kilogram kedelai saja dalam sehari.

“Tenaga saya sudah tidak kuat lagi. Jadi saya produksi hanya sekedar untuk melayani pelanggan yang biasa ngambil ke rumah saja. Capek mau buat terlalu banyak. Kecuali memang ada pesanan khusus,” pungkas Murtiah.

Sementara itu Rohim, M.Si koordinator program KKNT Kampus STIA Pembangunan mengatakan, selama ini mahasiswa KKN diarahkan untuk membantu mengembangkan usaha-usaha kecil yang ada di desa. Mahasiswa diwajibkan memiliki program kewirausahaan yang dapat meningkatkan nilai ekonomi dari usaha masyarakat di desa binaan.

“Salah satunya adalah usaha tempe Mbah Murtiah. Selain membantu dalam perihal kemasan dan pengembangan produk, mahasiswa juga membantu mengenalkan produk melalui media online supaya tempe daun jati ini lebih dikenal,” Jelasnya. (Moen)