Jember, 8 April 2019
Keberadaan perempuan kepala keluarga sebagai single parent menanggung beban yang berat. Pasalnya, mereka memiliki peran ganda, selain menjadi seorang ibu bagi anak-anaknya juga harus menanggung nafkah keluarga. Seiring tuntutan ekonomi yang kian meningkat para perempuan kepala keluarga ini tidak banyak yang memiliki keterampilan yang dapat menunjang peran mereka sebagai pencari nafkah keluarga.
“Kebanyakan diantara perempuan kepala keluarga ini hanya bekerja di sektor informal saja. Seperti menjadi buruh tani ataupun buruh harian lepas di bidang yang lain. Hal ini tentunya memprihatinkan karena pendapatan mereka mungkin hanya cukup untuk kebutuhan makan saja,” ujar Kepala Bagian Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (BP2M) Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Pembangunan Jember, Dr. Nungky Viana Feranita, ST, MM saat diwawancarai di sela-sela aktifitas kampusnya, (9/4).
Menurut pemerhati perempuan kepala keluarga ini, keberadaan perempuan kepala keluarga bukan hanya karena mereka menyandang status sebagai seorang janda. Namun ada pula beberapa diantara mereka memiliki suami yang bekerja di luar kota ataupun di luar negeri.
“Ada pula yang punya suami dan tingal dirumah tetapi sang suami tidak bisa bekerja karena sakit ataupun karena alasan lain. Sehingga kemudian sang istrilah yang mengambil peran menjadi tulang punggung keluarga dalam mencari nafkah,” imbuh Nungky.
Nungky menjelaskan, keberadaan perempuan kepala keluarga di Jawa Timur cukup besar. Berdasarkan hasil pengumpulan data yang telah dia lakukan, setidaknya ada sekitar 1878 perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga.
“Tentu ini menjadi perhatian kita bersama. Perlu adanya sebuah pemberdayaan ekonomi bagi mereka. Seperti halnya pendidikan keterampilan usaha mandiri untuk meningkatkan derajat ekonomi mereka,” jelas Nungky.
Nungky menambahkan, pemberdayaan perempuan kepala keluarga dapat memberikan pengaruh besar dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga. Karena menurut Nungky, mereka memiliki alternatif bidang pekerjaan yang akan mereka tekuni.
“Apakah tetap memilih menjadi buruh lepas atau memilih menekuni bidang usaha yang mereka dapatkan dalam proses pemberdayaan. Atau mungkin bisa berjalan keduanya. Menjadi buruh tetap dilakukan dan di sela-sela itu mereka juga menekuni usaha lainnya,” ujar Nungky. [moen]